Untuk mereka yang ada di foto ini semoga cepat sembuh,
diberi ketabahan dan ketegaran. Mba uun begitu tante saya itu biasa di sapa,
sudah hampir 13 tahun mba Uun tidak pernah meninggalkan ranjangnya. Dia sakit,
ntah penyakit apa sehingga seluruh badannya sekaku manekin. Mulut Mba Uun juga
hanya bisa membuka sedikit, untuk makanpun dia harus sedikit demi sedikit
menjejalkan makanan ke mulutnya. Lehernya pun juga hanya bisa menengok sedikit,
maka dari itu saat makan,melihat keluar jendela, ataupun melihat ke arahku yang
biasa tidur-tiduran di seberang ranjangnya dia harus menggunakan cermin. Cermin
kecil yang setia. Leher dan mulut hanya sedikit bisa digerakan, jangan tanya bagaimana
kaki dan tangannya. Kaki yang lurus tidak bisa menekuk, yang menekuk tidak bisa
diluruskan, bahkan punggungnya sekaku papan. Setahun sekali setiap keponakan
dan kakaknya berkumpul untuk merayakan lebaran, permohonan maaf dan lahir batin
yang dia minta lalu doa untuk kesembuhannya. “ Dek, doakan aku yo ben cepet mari” begitu
biasanya Mba Uun bilang dengan raut wajah yg menahan tangis. Saat itu saya
bohong dengan bilang “ Iya, aku doakan terus biar mba cepat sembuh”. Dalam hati
saya malu karena hal simple yang seperti itu saja saya lakukan jarang-jarang. Mulai
saat ini setiap habis shalat saya akan berdoa untuk kesembuhan Mba Uun, juga
supaya ibu(nenek saya) diberi kekuatan dan ketegaran dalam merawat mba Uun. Amin..
Jumat, 13 September 2013
Jumat, 31 Mei 2013
Identitas Bangsa bagi Pembangunan Indonesia
Pembangunan
adalah kata yang tidak pernah usang untuk dikatakan dan merupakan suatu proses
yang tidak pernah usai bagi suatu bangsa. Begitu juga bagi bangsa Indonesia.
Dari mulai kemerdekaan diucapkan pada seremonial proklamasi oleh Presiden
Pertama Republik Indonesia Soekarno, agenda utama yang akan dijalankan oleh
bangsa Indonesia adalah pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan.
Mulai dari pembangunan hukum, budaya, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.
TELAH lebih dari setengah abad kita merdeka. Artinya, telah lebih dari setengah abad kita berupaya membangun dan mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan yang beraneka ragam. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah pembangunan macam apa yang telah kita capai dan yang akan kita upayakan untuk dicapai?
Selama ini ukuran suatu keberhasilan dari suatu proses pembangunan adalah kuantitas pencapaian dari suatu pembangunan itu sendiri. Swasembada pangan, ekonomi yang meningkat, rakyat yang tidak lapar, pengangguran yang berkurang, iklim investasi yang bergairah, dan lain sebagainya yang seluruhnya diukur dari kuantitas hasil pembangunan itu sendiri. Namun, di sisi lain kita tidak pernah memikirkan kualitas dari pembangunan yang telah kita capai dan akan kita capai.
Di tengah arus globalisasi, di mana perubahan berjalan begitu cepat dan ketertinggalan dalam satu langkah saja dapat berarti kegagalan yang besar bagi suatu negara telah menuntut seluruh masyarakat dunia untuk terus bergerak ke arah pembaruan yang tentunya diawali dengan pembangunan.
Namun, tanpa kita sadari upaya bangsa Indonesia yang selama ini berusaha untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan demi mengejar pergerakan dunia telah meninggalkan kualitas pembangunan itu sendiri. Kualitas suatu bangsa diukur tidak dari kuantitas hasil yang dicapai semata, tapi juga diukur dari apakah pembangunan itu memiliki karakter identitas suatu bangsa atau tidak.
Seluruh elemen bangsa sadar bahwa pembangunan dan pencapaian ekonomi adalah jalan untuk membesarkan nama bangsa dan negara di dunia internasional. Namun, kita tidak sadari hilangnya karakter identitas bangsa adalah juga jalan untuk suatu bangsa dianggap tidak berarti di dunia internasional.
Bisa kita anggap pembangunan bangsa selama ini secara kuantitas ada yang dikatakan berhasil. Namun, bagaimana dengan program pembangunan karakter manusia Indonesia yang merupakan subjek utama pembangunan yang seharusnya juga merupakan objek utama pembangunan itu sendiri?
Dirumuskannya nilai yang amat kompleks oleh pendiri bangsa dalam Pancasila dan pembukaan UUD RI 1945 adalah dimaksudkan agar dalam semua segi pembangunan yang diupayakan haruslah mencirikan identitas bangsa sebagai bangsa yang Pancasilais. Karena tanpa identitas itu, niscaya bangunan yang dihasilkan dari suatu pembangunan apa pun akan mudah goyah dan roboh hanya dengan terpaan angin kecil.
Kegagalan dalam pembangunan identitas pada manusia-manusia bangsa akan berdampak besar bagi kegagalan dalam pembangunan bangsa di segala aspek. Sekarang bangsa Indonesia sedang mengalami krisis identitas bangsa sebagai bangsa yang seharusnya Pancasilais dan memiliki budaya ketimuran.
Dalam masyarakat kita kini sulit untuk menemukan fenomena kemasyarakatan yang mencerminkan nilai-nilai sebagai bangsa yang memiliki nilai Pancasila sebagai landasan ideologinya. Nilai-nilai ketimuran sebagai bangsa yang kental akan nilai sopan santun. Kesemua nilai-nilai tersebut hanya dapat kita temukan dalam tulisan dan jarang kita temukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Krisis identitas ini jauh lebih membahayakan bagi bangsa Indonesia dibandingkan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sekarang ini. Karena tanpa adanya perbaikan, suatu saat nanti bangsa ini akan lenyap. Sebagai bangsa tidak dikenal karena namanya saja, tapi juga ciri khas dan identitas bangsanya. Tanpa itu semua, kita tidaklah memiliki perbedaan dengan bangsa lain yang ada di dunia.
Nasionalisme kini hanya dijadikan kata-kata politis yang bernilai formalitas dan tidak substansial. Bisa kita lihat bagaimana pemuda bangsa Indonesia mulai bernilai hedonis dan pragmatis tidak lagi memiliki rasa peduli pada sesama dan cinta akan bangsanya. Kita hanya punya nasionalisme dan peduli pada nilai serta budaya bangsa tatkala nilai dan budaya itu hendak direnggut oleh bangsa lain, tapi kata kita pernah perduli sebelumnya.
Proses pembangunan bangsa selama ini tanpa disadari telah menggerus identitas kita sebagai bangsa. Memanusiakan manusia yang merupakan ungkapan pendiri bangsa telah kita lupakan karena fokus pembangunan kita tidak pada memanusiakan manusia. Kita lebih mengejar formalitas pembangunan tanpa tahu substansi pembangunan itu sendiri.
Hasil yang kita peroleh sekarang ini pembangunan ekonomi yang liberalis. Jumlah peningkatan orang kaya Indonesia, termasuk yang terbesar di Asia. Namun, jumlah orang miskin juga menjadi yang terbesar di Asia. Adalah bentuk pembangunan ekonomi yang tidak didasari oleh identitas bangsa.
Pembangunan budaya yang lebih mengarah ke hedonisme dan pragmatisme. Nilai-nilai spiritual dan religius sebagai bangsa kini sudah memudar dalam masyarakat kita. Para pemuda lebih senang dengan budaya asing yang minim nilai sopan santun dan spiritual religius dibandingkan budaya timur yang kaya akan nilai sopan santun dan spiritual religius. Masih banyak lagi kegagalan proses pembanguan bangsa ini sebagai akibat krisis identitas kita sebagai bangsa.
Fenomena yang mesti kita terima dari semua itu adalah budaya di mana kita sebagi bangsa kita sudah tidak memiliki malu lagi berbuat curang. Kita terbiasa untuk bertindak korup dan berbuat khianat. Kini kita sudah menganggap suatu hal yang biasa masuk-keluar pengadilan bahkan penjara, di saat di belahan dunia lain bisa kita temukan bagaimana bangsa-bangsa lain memiliki harga diri. Ketika baru saja dituduh berbuat curang, mereka sudah siap meninggalkan apa yang mereka miliki. Sedangkan kita sebagai bangsa, masihkah kehormatan dan harga diri itu kita miliki tidakkah kita rela menjualnya demi keuntungan materi? Pertanyaan besar bagi bangsa yang besar dalam kuantitas, tapi kecil akan kualitas. Bangsa ini sakit dan obatnya adalah kembali pada karakter dan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
TELAH lebih dari setengah abad kita merdeka. Artinya, telah lebih dari setengah abad kita berupaya membangun dan mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan yang beraneka ragam. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah pembangunan macam apa yang telah kita capai dan yang akan kita upayakan untuk dicapai?
Selama ini ukuran suatu keberhasilan dari suatu proses pembangunan adalah kuantitas pencapaian dari suatu pembangunan itu sendiri. Swasembada pangan, ekonomi yang meningkat, rakyat yang tidak lapar, pengangguran yang berkurang, iklim investasi yang bergairah, dan lain sebagainya yang seluruhnya diukur dari kuantitas hasil pembangunan itu sendiri. Namun, di sisi lain kita tidak pernah memikirkan kualitas dari pembangunan yang telah kita capai dan akan kita capai.
Di tengah arus globalisasi, di mana perubahan berjalan begitu cepat dan ketertinggalan dalam satu langkah saja dapat berarti kegagalan yang besar bagi suatu negara telah menuntut seluruh masyarakat dunia untuk terus bergerak ke arah pembaruan yang tentunya diawali dengan pembangunan.
Namun, tanpa kita sadari upaya bangsa Indonesia yang selama ini berusaha untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan demi mengejar pergerakan dunia telah meninggalkan kualitas pembangunan itu sendiri. Kualitas suatu bangsa diukur tidak dari kuantitas hasil yang dicapai semata, tapi juga diukur dari apakah pembangunan itu memiliki karakter identitas suatu bangsa atau tidak.
Seluruh elemen bangsa sadar bahwa pembangunan dan pencapaian ekonomi adalah jalan untuk membesarkan nama bangsa dan negara di dunia internasional. Namun, kita tidak sadari hilangnya karakter identitas bangsa adalah juga jalan untuk suatu bangsa dianggap tidak berarti di dunia internasional.
Bisa kita anggap pembangunan bangsa selama ini secara kuantitas ada yang dikatakan berhasil. Namun, bagaimana dengan program pembangunan karakter manusia Indonesia yang merupakan subjek utama pembangunan yang seharusnya juga merupakan objek utama pembangunan itu sendiri?
Dirumuskannya nilai yang amat kompleks oleh pendiri bangsa dalam Pancasila dan pembukaan UUD RI 1945 adalah dimaksudkan agar dalam semua segi pembangunan yang diupayakan haruslah mencirikan identitas bangsa sebagai bangsa yang Pancasilais. Karena tanpa identitas itu, niscaya bangunan yang dihasilkan dari suatu pembangunan apa pun akan mudah goyah dan roboh hanya dengan terpaan angin kecil.
Kegagalan dalam pembangunan identitas pada manusia-manusia bangsa akan berdampak besar bagi kegagalan dalam pembangunan bangsa di segala aspek. Sekarang bangsa Indonesia sedang mengalami krisis identitas bangsa sebagai bangsa yang seharusnya Pancasilais dan memiliki budaya ketimuran.
Dalam masyarakat kita kini sulit untuk menemukan fenomena kemasyarakatan yang mencerminkan nilai-nilai sebagai bangsa yang memiliki nilai Pancasila sebagai landasan ideologinya. Nilai-nilai ketimuran sebagai bangsa yang kental akan nilai sopan santun. Kesemua nilai-nilai tersebut hanya dapat kita temukan dalam tulisan dan jarang kita temukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Krisis identitas ini jauh lebih membahayakan bagi bangsa Indonesia dibandingkan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sekarang ini. Karena tanpa adanya perbaikan, suatu saat nanti bangsa ini akan lenyap. Sebagai bangsa tidak dikenal karena namanya saja, tapi juga ciri khas dan identitas bangsanya. Tanpa itu semua, kita tidaklah memiliki perbedaan dengan bangsa lain yang ada di dunia.
Nasionalisme kini hanya dijadikan kata-kata politis yang bernilai formalitas dan tidak substansial. Bisa kita lihat bagaimana pemuda bangsa Indonesia mulai bernilai hedonis dan pragmatis tidak lagi memiliki rasa peduli pada sesama dan cinta akan bangsanya. Kita hanya punya nasionalisme dan peduli pada nilai serta budaya bangsa tatkala nilai dan budaya itu hendak direnggut oleh bangsa lain, tapi kata kita pernah perduli sebelumnya.
Proses pembangunan bangsa selama ini tanpa disadari telah menggerus identitas kita sebagai bangsa. Memanusiakan manusia yang merupakan ungkapan pendiri bangsa telah kita lupakan karena fokus pembangunan kita tidak pada memanusiakan manusia. Kita lebih mengejar formalitas pembangunan tanpa tahu substansi pembangunan itu sendiri.
Hasil yang kita peroleh sekarang ini pembangunan ekonomi yang liberalis. Jumlah peningkatan orang kaya Indonesia, termasuk yang terbesar di Asia. Namun, jumlah orang miskin juga menjadi yang terbesar di Asia. Adalah bentuk pembangunan ekonomi yang tidak didasari oleh identitas bangsa.
Pembangunan budaya yang lebih mengarah ke hedonisme dan pragmatisme. Nilai-nilai spiritual dan religius sebagai bangsa kini sudah memudar dalam masyarakat kita. Para pemuda lebih senang dengan budaya asing yang minim nilai sopan santun dan spiritual religius dibandingkan budaya timur yang kaya akan nilai sopan santun dan spiritual religius. Masih banyak lagi kegagalan proses pembanguan bangsa ini sebagai akibat krisis identitas kita sebagai bangsa.
Fenomena yang mesti kita terima dari semua itu adalah budaya di mana kita sebagi bangsa kita sudah tidak memiliki malu lagi berbuat curang. Kita terbiasa untuk bertindak korup dan berbuat khianat. Kini kita sudah menganggap suatu hal yang biasa masuk-keluar pengadilan bahkan penjara, di saat di belahan dunia lain bisa kita temukan bagaimana bangsa-bangsa lain memiliki harga diri. Ketika baru saja dituduh berbuat curang, mereka sudah siap meninggalkan apa yang mereka miliki. Sedangkan kita sebagai bangsa, masihkah kehormatan dan harga diri itu kita miliki tidakkah kita rela menjualnya demi keuntungan materi? Pertanyaan besar bagi bangsa yang besar dalam kuantitas, tapi kecil akan kualitas. Bangsa ini sakit dan obatnya adalah kembali pada karakter dan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Potensi Geografis Indonesia
Indonesia merupakan negara
yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Hutan, sungai, maupun lautnya
memiliki potensi melimpah. Sayangnya, potensi ini sangat minim tergali.
Hal yang juga menjadi
persoalan dari penggalian potensi ini adalah masih minimnya peneliti lokal yang
melakukan riset atas berbagai potensi alam Indonesia. Potensi-potensi ini
justru tergali dan ditemukan oleh para peneliti asing. Akibatnya, ketika temuan
ini dipatenkan pihak asing maka bangsa ini kembali harus kehilangan
‘kekayaannya’.
Hubungan Geografi dan
Ekonomika
Tumbuhnya kesadaran mengenai
terbatasnya daya penjelas teori-teori lokasi yang tradisional dalam
menganalisis geografi ekonomi telah mendorong munculnya paradigma baru yang
disebut geografi ekonomi baru ( new economc geography atau geographycal
economics ) ( Fujita dan Thisse, 1996 ).
Paul Krugman, mahaguru dari
Massachusetts Institute of Technology, telah membuka misteri ( black box )
eksternalitas ekonomi dan secara eksplisit memasukan dimensi spasial dan
semangat ‘proses kumulatif’ dalam deskripsi pembangunan perkotaan dan regional
( krugman, 1996 ). Krugman menjelaskan mengapa terjadi konsentrasi spasial di
kota-kota besar negara sedang berkembang.
Hal yang terjadi adalah
terjadi perbedaan atas pembangunan daerah tidak terbatas pada struktur industri
dan eksternalitas. Namun, perbedaan diperluas pula pada pernyataan transaksi
yang tidak melaluli pasar dan cara bagaimana meningkatkan kekuatan produsen
besar dikaitkan dengan lokalisasi industri secara kontemporer ( Martin dan
Sunley, 1996 )
Singkatnya , paradigma baru
yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan pendekatan ilmu
ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu ekonomi arus utama (
mainstream economics ) memang cenderung mengabaikan dimensi “ruang” atau
“spasial”.
Dengan kata lain, ekonomi arus
utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat dari inti analisis ekonomi
konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi seputar what to
produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun geografi sendiri itu
cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Aspek-aspek spasial tetap
merupakan blind spot bagi mayoritas ekonomi karena ketidak mampuan para ekonom
untuk menciptakan model yang menjelaskan berbagai macam aspek lokasi industri (
Krugman, 1995: 31-7 ). Sementara itu, geografi merupakan studi mengenai pola
spasial diatas permukaan bumi, yang menjawab pertanyaan where ( dimana
aktifitas manusia berada ) dan why ( mengapa lokasi perusahaan atau industri
berada disitu ).
Dalam perspektif geografi
ekonomi, aspek pola spasial aktivitas ekonomi menjadi pusat perhatian utama
dengan digunakannya Sistem informasi Geografi dan Menjawab pertnyaan sentral
dalam ekonomi regional, yaitu “dimana” ( where ) lokasi industri berada dan
“mengapa” ( why ) terjadi konsentrasi geografi industri manufaktur.
Peranan wilayah subnasional,
yaitu apakah kabupaten atau kota yang mempengaruhi lokasi aktivitas ekonomi,
tampaknya semakin penting dalam studi geografi ekonomi. Ohmae menjelaskan bahwa
dalam dunia tanpa batas, region state akan menggantikan negara bangsa (national
state) sebagai pintu gerbang untuk memasuki perekonomian global (Ohmae, 1995).
Potensi Geografis dan
Karakteristik Spasial Indonesia
Sumberdaya wilayah di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara keruangan,
kelingkungan maupun kewilayahan. Sebagai negara kepulauan yang luas dengan
jumlah pulau yang banyak memiliki sumberdaya laut (marine resources) dan
daratan (land resources) yang perlu dikelola secara terintegrasi. Aspek
klimatologi, geologis/ geomorfologis, hidrologis, biotis dan manusia serta
sosio kulturnya yang beragam sangat penting dikaji dalam mengelola sumbedaya
wilayah untuk kesejahteraan bangsa.
Selain tinjauan aspek
lingkungan dan kebencanaan alam yang terjadi disetiap wilayah provinsi,
kabupaten/kota perlu dijadikan kriteria dalam perencanaan pembangunan
(pengembangan industri) wilayah dan implementasinya. Sebagai negara tropis,
visi pembangunan di Indonesia perlu memantapkan diri sebagai Negara pertanian
yang kuat melalui konsep agro produksi, agroindustri, agrobisnis, agroteknologi
dan agrososio kultur serta tourisme.
Pendekatan ini dapat
mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam bila dikelola dengan
baik sesuai dengan daya dukung lingkungan, oleh karena itu pembangunan nasional
kedepan diutamakan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan
IPTEKS untuk kehidupan. Pengelolaan sumberdaya wilayah/ ruang berkelanjutan
dapat dicapai dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologi ekonomi, manajemen
sumberdaya dan lingkungan, keberlanjutan teknologi dan sosio kultur.
1. Potensi Geografis
Indonesia
Negara Republik Indonesia
sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13667 pulau dengan 5 pulau besar,
berbatasan dengan laut Andawan, China Selatan, Malaysia, Phillipina dan
Samudera Pasifik, Hindia dan Australia. Bentang alam di daratan barat mempunyai
perairan dangkal (Dangkalan Sunda), daratan timur mempunyai perairan dangkalan
(Dangkalan Sahul) dan cekungan tengah memiliki perairan laut dalam dengan
beberapa palung laut.
Daratan Indonesia sebagian
besar kelanjutan dari jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan jalur Sirkum
Mediteran. Dataran rendah dan luas ada di Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya dan
Jawa. Terdapat gunung api aktif sekitar 200 dan yang 70 berada di Pulau Jawa.
Selain hasil erupsi gunung api yang memberikan lahan subur pada lerengnya, juga
ada resiko bencana gunung api. Sungai-sungai dan muara juga terdapat di
pulau-pulau besar yang potensial dikelola untuk kehidupan demikian danau-danau
besar di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan. Diperkirakan sekitar 7.623 pulau
di Indonesia belum punya nama (ensiklopedia Indonesia seri Geografis, 1997).
Potensi flora di Indonesia
beragam sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tumbuhan terdapat pada zona elevasi
< 700 m, 1.500 – 2.500 m dan diatas elevasi 2.500 m dpal. Sebaran flora
mulai dari kawasan pantai, dataran rendah dan berawa, lereng kaki gunung hingga
pegunungan. Demikian corak fauna yang beragam dan khas (corak Australia).
Penduduk yang beragam suku dan
bahasanya serta agama terdapat di wilayah Indonesia yang diperkirakan 300
kelompok etnik (suku bangsa). Ratusan bahasa lisan (daerah) di jumpai di
Indonesia, sedangkan bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Beragam seni dan
budaya yang dimiliki oleh berbagai kelompok etnik tersebut.
Berdasarkan kondisi geografis
tersebut dan kehidupan sejak jaman kerajaan, maka urutan potensi pemanfaatan
sumberdaya wilayah meliputi:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2. Karakteristik Spasial
Potensi Geografis
Pembangunan wilayah
pengembangan industri ditinjau dari aspek spasial dan sektoral di Indonesia
perlu memperhatikan zona potensi geografis yang merupakan pendekatan
spasial-ekologikal untuk menuju kesejahteraan rakyat. Pemecahan masalah
pembangunan dan upaya memajukan rakyat dapat dikelompokkan atas 5 (lima)
tipologi wilayah pembangunan geografis yaitu:
1. Wilayah dengan sumberdaya
alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia yang banyak seperti Pulau Jawa dan
Bali.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
Dengan zonasi potensi
geografis, maka pembangunan (pengembangan industri) sektoral dapat diarahkan
terutama untuk pembangunan di kawasan tertinggal seperti pada zona Maluku dan
Nusa Tenggara. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat diarahkan agar
resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam di tiap zona tersebut dapat
dikendalikan.
Konsentrasi Spasial di
Indonesia
Salah satu ciri yang menonjol
dari perkembangan industri di Indonesia adalah semakin terbuka dan semakin
berorientasi ekspornya dalam sektor manufaktur.
Pembangunan industri dan
aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir cenderung
bias ke pulau Jawa dan sumatra. Karena industri manufaktur Indonesia cenderung
terkonsentrasi secara spasial di jawa sejak tahun 1970-an (aziz, 1994; Hill,
1990). Pulau jawa menyumbang sekitar 78-82% tenaga kerja yang bekerja disektor
industri Indonesia dari tahun 1976-2001. Pulau Sumatra menyerap 12% kesempatan
kerja disektor indistri. Kalimantan dan pulau-pulau lainnya di kawasan timur
Indonesia memainkan peran yan relatif minoritas dalam sektor industri
manufaktur.
Dari pernyataan di atas
membuktikan bahwa pengelompokan industri dan orientasi ekspor secara spasial
telah terjadi dalam tingkat yang fantastis di pulau Jawa dan Sumatra di bandingkan
pulau lain di Indonesia.
Ketekaitan antara kawasan
industri, pelabuhan, dan penduduk dengan kecenderungan lokasi industri
manufaktur berorientasi ekspor. Wahyudin (2004: bab 4) menemukan bahwa
koefisien korelasi antara industri manufaktur berorientasi ekspor dan luas
kawasan industri menunjukan angka terbesar, kemudian diikuti oleh pelabuhan dan
penduduk. Dengan kata lain, industri yang berada di kawasan industri kebanyakan
merupakan industri berorientasi ekspor.
Dalam pengembangannya,
industri hanya berkembang di kawasan yang padat penduduk seperti Jawa dan
Sumatra. Yang jadi pertanyaan besar apakah pulau-pulau lain di indonesia selain
tidak akan berkontribusi banyak dalam hal pengembangan industri?
Kita tahu indonesia terkenal
dengan sebutan negara maritim dimana secara geografis daerah yang berbasis
maritim memiliki luas lautan lebih dominan dari pada pulau daratannya.
Contohnya Provinsi Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.
Pada hakikatnya aktivitas
ekonomi adalah arus kausalitas dari tiga hal yakni Produksi, Distribusi dan
Konsumsi. Dari sinilah seharusnya pembangunan ekonomi nasional dalam hal
pengembangan industri dapat di mulai, di tata, di regulasi dan distimulasi
hingga akhirnya membawa pada kemajuan negeri. Meningkatkan daya saing pada
ranah ekonomi hakikatnya adalah menguatkan tiga arus ekonomi tersebut. Yang
terpenting di perhatikan adalah dengan posisi, kemampuan, peluang dan tatangan
dunia dewasa ini apakah yang dapat di upayakan demi menjapai kemandirian dan
keunggulan daya saing Indonesia.
Dengan memperhatikan letak
geografi pengembangan industri tersebut, maka sebenarnya tidak ada masalah
untuk mendirikan suatu industri di kawasan atau di pulau mana pun, yang apaling
penting dari pengembangan industri ini adalah tersedianya bahan baku atau
sumber daya yang akan di olah oleh masing-masing produksi.
Coba bayangkan jika para
pengembang industri dalam pengembangannya memperhatikan aspek geografi dengan
memperhatikan lingkungan sekitar dan sumber daya yang dapat diolah maka akan
terjadi pemerataan industrialisasi di seluruh Indonesia. Tidak hanya Jawa dan
Sumatra yang mengumbang besar dalam sektor industri namun pulau-pulau lain pun
harus memeratakan kontribusinya dalam menyumbang industrialisasi, salah satu
cara untuk pemerataan industrialisasi adalah dengan mendorong pengembangan
industri didaerah yang masih belum optimal untuk dijadikan daerah pengembang
industri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Opini :
Keindahan alam dan
keanekaragaman yang di miliki Indonesia saja bisa menjadi daya tarik tersendiri
bagi penduduk dunia, dari sini indonesia bisa mendatangkan Wisatawan Asing
maupun Lokal untuk berkunjung dan berwisata di Indonesia, ini akan menjadi
masukan luar biasa dari sektor pariwisata untuk meningkatkan roda perekonomian
masyarakat dan penduduk sekitar, juga menambah devisa Negara. belum lagi potensi
pendapatan dari sektor migas dan pertambangan, rasanya sangat tidak mungkin
Indonesia di sebut Negara miskin.
Letak geografis Indonesia juga
berada di posisi strategis yaitu di antara benua asia dan Australia serta di
apit oleh dua Samudra, Hindia dan Pasifik. Dari posisi geografis ini
memungkinkan Indonesia menjadi persimpangan lalu lintas dunia juga sebagai
titik persilangan Negara-negara industri dan Negara yang sedang berkembang
seperti RRC,Jepang,Korea,dengan Negara di Asia,Afrika,juga Eropa.
Dari letak astronomis dan
geografis ini saja, Indonesia sudah sangat di untungkan, seharusnya Indonesia
lebih bisa memaksimalkan potensi strategis lain, demi meningkatkan perekonomian
yang saat ini pasang-surut. Kita tahu saat ini krisis ekonomi global sedang
menghantui Negara maju tapi hal itu tidak berdampak signifikan pada pertumbuhan
perekonomian Indonesia justru Indonesia harus bisa ngengambil keuntunagan dari
krisis global tersebut dengan mendatangkan Investor demi meningkatkan ekonomi
Nasional.
Sumber : DAFTAR
PUSTAKA
* Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Industri Indonesia “Menuju Negara Industri Maju 2030”, Andi Yogyakarta. Yogyakarta, 2007
* Worosuprodjo, Suratman. “Mengelola Potensi Geografis Indonesia Untuk Pembangunan Wilayah Berkelanjutan”.
* Rafiq Iskandar, Zulfa. ”Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia”. Bloghttp://www.wordpress.com. 2009
Idris, Fahmi. ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasiona”. Artikelhttp://www.setneg.go.id. 200
sumber : http://aziz27.wordpress.com/2009/11/05/pengembangan-industri-dan-potensi-geografi-indonesia/
* Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Industri Indonesia “Menuju Negara Industri Maju 2030”, Andi Yogyakarta. Yogyakarta, 2007
* Worosuprodjo, Suratman. “Mengelola Potensi Geografis Indonesia Untuk Pembangunan Wilayah Berkelanjutan”.
* Rafiq Iskandar, Zulfa. ”Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia”. Bloghttp://www.wordpress.com. 2009
Idris, Fahmi. ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasiona”. Artikelhttp://www.setneg.go.id. 200
sumber : http://aziz27.wordpress.com/2009/11/05/pengembangan-industri-dan-potensi-geografi-indonesia/
PERBATASAN WILAYAH RI, PERJANJIAN DAN PERMASALAHAN YANG ADA
Indonesia
memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik perbatasan darat maupun
perbatasan laut. Batas darat wilayah Republik Indonesia bersinggungan langsung
dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste.
Perbatasan
darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten/kota
yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda-beda. Sedangkan wilayah
laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua
New Guinea.
Di antara
wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, terdapat 92 pulau-pulau
kecil. Ada 12 pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas pengelolaan karena
mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan keamanan dan
kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tersebut adalah
Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di
Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi
Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan
Batek di Nusa Tenggara Timur.
Kawasan-kawasan
perbatasan tersebut memegang peranan penting dalam kerangka pembangunan
nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya berperan sebagai beranda
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan cermin diri dan tolok
ukur pembangunan nasional. Kedudukannya yang strategis menjadikan pengembangan
kawasan perbatasan salah satu prioritas pembangunan nasional.
Survei
mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah dilaksanakan oleh
Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan melakukan Survei Base Point
sebanyak 20 kali dalam bentuk survei hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar
tersebut kemudian diverifikasi oleh Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat Geografis
Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di dalamnya tercantum
183 Titik Dasar perbatasan wilayah RI. Namun demikian, terlepas dari telah
diterbitkannya PP 38 Tahun 2002, telah terjadi perubahan-perubahan yang
tentunya mempengaruhi konstelasi perbatasan RI dengan negara tetangga seperti
Timor Leste pasca referendum dan status Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan
Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk
melakukan penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saat Survei Base Point yang
dilakukan pada sekitar 10 tahun lalu. Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai
bukti fisik kegiatan penetapan yang telah dilakukan serta menjadi referensi
bila perlu dilakukan survei kembali di masa mendatang.
Hingga saat
ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara Indonesia dengan negara
tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas. Permasalahan perbatasan
tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati namun juga
menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan
tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.
RI –
Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan
Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat
Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas
landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and
Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves
between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan
diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara
kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut
teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur
Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh)
antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau
Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang
Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan
Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan
Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia
menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian
merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan
batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut
teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Sementara pada
segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas
tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.
RI –
Thailand
Indonesia dan
Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17
Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21
Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di
Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu
juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara
yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan
antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah
perjanjian ZEE.
RI –
India
Indonesia dan
India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal
8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang
meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya
dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada
tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977
yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan
tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas
landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman.
Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi
dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat
perjanjian perbatasan ZEE.
RI –
Singapura
Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai
tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara.
Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1973.
Permasalahan
yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur
dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena
Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut
mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah
Indonesia.
Penentuan
batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian
tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan
kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di
Bali (perundingan ke-2).
RI –
Vietnam
Perbatasan
Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama
batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian
perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia
dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011
di Hanoi (perundingan ke-3).
RI –
Philipina
Perundingan RI
– Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian
setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004,
Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan
sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas maritim
Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia
menggunakan metode proportionality dengan
memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina
memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan
datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis
opsi-opsi yang akan diambil.
RI –
Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah
utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas
“Zona Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah
Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar
wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau
dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk
ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir
dilaksanakan pada 29 Februari – 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI –
Papua New Guinea
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan
yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan
lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang
perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
RI –
Australia
Perjanjian
Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober
1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan
Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta
Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara
pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai
batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang
ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
RI –
Timor Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan
guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya
kantong (enclave) Oekusi di
Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur
Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
Sumber :
kesimpulan:
Berdasarakan apa yang telah saya baca di atas negara
indonesia adalah negara kepulauan yang besar sehingga berbatasan dengan
beberapa negara. Namun Indonesia kurang mampu untuk mengelola kekayaan yang
banyak terdapat di negara ini. Tidak jarang kita menemui konflik yang terjadi
di daerah perbatasan. Karena luasnya dan banyaknya pulau di Indonesia maka hal
tersebut sering terjadi, maka sebagai warga negara yang baik kita selaku warga
negara harus menjaga keamanan negara kita sendiri, sehingga keutuhan persatuan
dan wilayah kita tetap aman dan terjaga.
Sabtu, 30 Maret 2013
pengertian pemilu
Pengertian Pemilu
Pemilihan Umum (Pemilu)
adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut
beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang
lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti
ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering
digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk
memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain
kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi
sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik
propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu
komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga
disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu
menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan
selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses
penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem
penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para
peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Udang-undang yang menjadi dasar pemilu
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1999
TENTANG
PEMILIHAN UMUM
Sistem
pemilu yang di anut Indonesia
Di
Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak kemerdekaan
Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia
dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan
Proporsional. Sistem proporsional lahir untuk
menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem
pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk
dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam
lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh
kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Sabtu, 16 Maret 2013
Globalisasi
Pengertian
Globalisasi
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan
antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi,
perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu,
antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan
memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak
karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering
dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang
dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Penyebab Terjadinya Globalisasi
Penyebab Globalisasi
dibagi menjadi 2, yaitu:
a.
Faktor Ekstern
Faktor Ekstern munculnya globalisasi berasal dari luar negeri dan perkembangan dunia. Faktor tersebut sebagai berikut.
1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknology (Iptek).
2) Penemuan sarana komunikasi yang semakin canggih.
3) Adnya kesepakatan internasional tentang pasar bebas.
4) MOdersisasi atau pembaruan di berbagai bidang yang dilakukan negara-negara di dunia mempengaruhi negara lain untuk mengadupsi atau meniru hal yang sama.
5) Keberhasilan perjuangan prodemokrasi di beberapa negara di dunia sedikit banyak memberi inspiransi bagi munculnya tuntutan tranparansi dan globalisasi di sebuah negara.
6) Meningkatnya peran dan fungsi lembaga-lembaga internasional.
7) Perkembangan HAM.
Faktor Ekstern munculnya globalisasi berasal dari luar negeri dan perkembangan dunia. Faktor tersebut sebagai berikut.
1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknology (Iptek).
2) Penemuan sarana komunikasi yang semakin canggih.
3) Adnya kesepakatan internasional tentang pasar bebas.
4) MOdersisasi atau pembaruan di berbagai bidang yang dilakukan negara-negara di dunia mempengaruhi negara lain untuk mengadupsi atau meniru hal yang sama.
5) Keberhasilan perjuangan prodemokrasi di beberapa negara di dunia sedikit banyak memberi inspiransi bagi munculnya tuntutan tranparansi dan globalisasi di sebuah negara.
6) Meningkatnya peran dan fungsi lembaga-lembaga internasional.
7) Perkembangan HAM.
b.
Faktor Intern
Faktor intern munculnya globalisasi berasal dalam negeri. Berikut faktor-faktor intern tersebut.
1) ketergantungan sebuah negara terhadap negara-negara lain di dunia.
2) Kebebasan pers.
3) Berkembangnya transparansi dan demokrasi pemerintahan.
4) Munculnya berbagai lembaga politik dan lembaga awadaya masyarakat.
5) Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya pendidikan masyarakat.
Faktor intern munculnya globalisasi berasal dalam negeri. Berikut faktor-faktor intern tersebut.
1) ketergantungan sebuah negara terhadap negara-negara lain di dunia.
2) Kebebasan pers.
3) Berkembangnya transparansi dan demokrasi pemerintahan.
4) Munculnya berbagai lembaga politik dan lembaga awadaya masyarakat.
5) Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya pendidikan masyarakat.
Pengaruh Globalisasi Pada Ideologi
Semakin
berkembangnya globalisasi maka akan banyak aspek yang ikut terpengaruh pada
arus globalisasi termasuk ideologi. Agar lebih mudah akan saya beri contoh. Indonesia
yang juga mengalami globalisasi tentu akan merasakan dampak positif dan negatif
dari adanya globalisasi, perkembangan iptek yang maju, mudahnya berpergian ke
negara dan sebagainya. Karena adanya dampak-dampak globlisasi seperti itu tidak
menutup kemungkinan mudahnya informasi yang masuk ke negara ini mempengaruhi
ideologi yang telah kita miliki. maka dari itu dalam era globalisasi seperti
ini kita sebagai masyarakat harus dapat memilah-milah informasi yang kita
terima.
Pengaruh Globalisasi Pada Bidang
Politik
Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses
pembangunan. Para pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang
mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi.
Timbulnya gelombang demokratisasi ( dambaan akan kebebasan). Adanya kesepakatan global yang berupa
lembaga seperti PBB, ILO, UNICEF dll. Itu membuat negara tidak bisa berdaulat
dengan sendirinya, tetapi harus mengikuti aturan yang sudah disepakati.
Masuknya budaya internasional yang mempengaruhi politik dalam negeri, seperti
terjadinya unjuk rasa, timbulnya rasisme, fanatisme, munculnya golongan yang
mementingkan partai untuk kepentingan diri sendiri.
Politik Liberalisme yang terjadi di dunia internasional bisa mempengaruhi dunia politik dalam negeri seperti terjadinya pengkubuan atau kelompok kelompok yang saling bertentangan.
Politik Liberalisme yang terjadi di dunia internasional bisa mempengaruhi dunia politik dalam negeri seperti terjadinya pengkubuan atau kelompok kelompok yang saling bertentangan.
Pengaruh Globalisasi Pada Bidang Ekonomi
Adanya kemudahan mengakses berbagai
informasi dari mana saja dan kapan saja memudahkan kita untuk lebih berpikir
kreatif dan inovatif. Dengan adanya globalisasi maka dapat memacu masyarakat
untuk membuat produk yang berkualitas,meningkatkan kemakmuran tanah airnya
dengan usaha yang dimilikinya,dapat meluaskan pasar hingga keluar negri dan
mendapatkan dana dari investasi asing.
Pengaruh Globalisasi Pada Bidang Hankam
Pengaruh globalisasi di bidang Hankam sangat nampak
terutama pada industri-industri pertahanan sebagai tatanan segenap potensi
industri nasional baik milik pemerintah/swasta, yang mampu secara sendiri atau
kelompok, untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan Hankam
serta jasa pemeliharaan guna kebutuhan pertahanan keamanan negara.
Negara-negara industri persenjataan seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, Cina dan sebagainya, telah berupaya selalu memperbaharui jenis, bentuk dan kemampuannya untuk kepentingan pertahanan negara. Tidak sedikit negara-negara lain seperti Iran, Israel, India, Pakistan, Korea Utara dan sebagainya juga telah berupaya untuk membuat persenjataan-persenjataan yang semakin disempurnakan, bahkan belakangan muncul isu-isu senjata nuklir yang masih menjadi polemik.
Negara-negara industri persenjataan seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, Cina dan sebagainya, telah berupaya selalu memperbaharui jenis, bentuk dan kemampuannya untuk kepentingan pertahanan negara. Tidak sedikit negara-negara lain seperti Iran, Israel, India, Pakistan, Korea Utara dan sebagainya juga telah berupaya untuk membuat persenjataan-persenjataan yang semakin disempurnakan, bahkan belakangan muncul isu-isu senjata nuklir yang masih menjadi polemik.
Pengaruh Globalisasi Pada Bidang Sosial Budaya
Semakin bertambah globalnya berbagai
nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian
barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan musik dalam
bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD.
Dampak positif Globalisasi :
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Globalisasi:
1. Informasi yang tidak tersaring
2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat
Dampak positif Globalisasi :
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Globalisasi:
1. Informasi yang tidak tersaring
2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat
Kamis, 22 November 2012
pengembangan usaha koperasi
Organisasi
koperasi sebagai suatu sistem merupakan salah satu sub sistem dalam
perekonomian masyarakat. Organisasi koperasi hanyalah merupakan suatu unsur
dari unsur-unsur yang lainnya yang ada dalam masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainnya dan saling berhubungan, saling tergantung dan saling
mempengaruhi sehingga merupakan satu kesatuan yang komplek. Dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, organisasi koperasi sebagai sistem
terbuka tidak dapat terlepas dari pengaruh dan ketergantungan lingkungan,
baik lingkungan luar seperti ekonomi pasar, sosial budaya, pemerintah,
teknologi dan sebagainya maupun lingkungan dalam seperti kelompok koperasi,
perusahaan koperasi, kepentingan anggota dan sebagainya.
Analisis lingkungan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perencanaan strategi
perusahaan dalam
menentukan peluang maupun ancaman terhadap perusahaan itu sendiri. Dari hasil
analisis tersebut perusahaan dapat mendiagnosis lingkungan dan mengambil suatu
kebijaksanaan strategis yang berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki
oleh perusahaan. Analisis lingkungan Koperasi dapat dilakukan dengan pendekatan Analisis SWOT.
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya
analisis lingkungan bagi pengembangan koperasi yang ditujukan untuk :
1. Menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang merupakan kendala terhadap pelaksanaan strategi dan tujuan perusahaan yang sekarang.
2. menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang akan memberi peluang pencapaian tujuan yang lebih besar dengan cara menyesuaikan dengan strategi perusahaan. Juga penting bahwa analisis perlu mengenali resiko yang melekat padanya yang berkenan dengan percobaan untuk mengambil keuntungan dari peluang. Biasanya selalu terdapat ancaman dalam setiap peluang
1. Menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang merupakan kendala terhadap pelaksanaan strategi dan tujuan perusahaan yang sekarang.
2. menentukan apa saja faktor dalam lingkungan yang akan memberi peluang pencapaian tujuan yang lebih besar dengan cara menyesuaikan dengan strategi perusahaan. Juga penting bahwa analisis perlu mengenali resiko yang melekat padanya yang berkenan dengan percobaan untuk mengambil keuntungan dari peluang. Biasanya selalu terdapat ancaman dalam setiap peluang
Pengembangan
Koperasi Dengan Analisis SWOT Kotler (1997 : 399) memberikan penjelasan tentang
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sebagai berikut : analisis
internal merupakan proses dengan mana perencanaan strategi mengkaji pemasaran,
penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan
perusahaan, serta faktor keuangan dan akuntansi untuk menentukan dimana
perusahaan mempunyai kemampuan yang penting, sehingga perusahaan memanfaatkan
peluang dengan cara yang paling efektif dapat menangani ancaman didalam
lingkungan. Sedangkan faktor tertentu dalam lingkungan eksternal dapat
menyediakan dasar-dasar bagi manajer untuk mengantisipasi peluang dan
merencanakan tanggapan yang tepat sesuai dengan peluang yang ada, dan juga
membantu manajer untuk melindungi perusahaan terhadap anacaman atau
mengembangkan srategi yang tepat yang dapat merubah ancaman menjadi bermanfaat
bagi perusahaan. Stoner (1994) menyatakan dalam satu lingkungan eksternal dapat
menimbulkan ancaman, beliau mengelompokkan lingkungan ekstern kedalam 2 (dua)
kelompok yaitu :
1. lingkungan luar mempunyai unsur-unsur langsung dan tidak
langsung. Contoh unsur-unsur tindakan langsung adalah pelanggan, pemerintah,
pesaing, serikat pekerja, pemasok, dan lembaga keuangan.
2. Unsur-unsur tindakan tidak langsung, antara lain : teknologi, ekonomi, dan politik masyarakat.
2. Unsur-unsur tindakan tidak langsung, antara lain : teknologi, ekonomi, dan politik masyarakat.
Source: http://galeriukm.web.id/artikel-usaha/analisis-pengembangan-koperasi
Langganan:
Postingan (Atom)