Indonesia
memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik perbatasan darat maupun
perbatasan laut. Batas darat wilayah Republik Indonesia bersinggungan langsung
dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste.
Perbatasan
darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten/kota
yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda-beda. Sedangkan wilayah
laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua
New Guinea.
Di antara
wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, terdapat 92 pulau-pulau
kecil. Ada 12 pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas pengelolaan karena
mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan keamanan dan
kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tersebut adalah
Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di
Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi
Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan
Batek di Nusa Tenggara Timur.
Kawasan-kawasan
perbatasan tersebut memegang peranan penting dalam kerangka pembangunan
nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya berperan sebagai beranda
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan cermin diri dan tolok
ukur pembangunan nasional. Kedudukannya yang strategis menjadikan pengembangan
kawasan perbatasan salah satu prioritas pembangunan nasional.
Survei
mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah dilaksanakan oleh
Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan melakukan Survei Base Point
sebanyak 20 kali dalam bentuk survei hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar
tersebut kemudian diverifikasi oleh Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat Geografis
Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di dalamnya tercantum
183 Titik Dasar perbatasan wilayah RI. Namun demikian, terlepas dari telah
diterbitkannya PP 38 Tahun 2002, telah terjadi perubahan-perubahan yang
tentunya mempengaruhi konstelasi perbatasan RI dengan negara tetangga seperti
Timor Leste pasca referendum dan status Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan
Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk
melakukan penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saat Survei Base Point yang
dilakukan pada sekitar 10 tahun lalu. Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai
bukti fisik kegiatan penetapan yang telah dilakukan serta menjadi referensi
bila perlu dilakukan survei kembali di masa mendatang.
Hingga saat
ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara Indonesia dengan negara
tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas. Permasalahan perbatasan
tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati namun juga
menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan
tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.
RI –
Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan
Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat
Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas
landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and
Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves
between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan
diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara
kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut
teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur
Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh)
antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau
Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang
Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan
Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan
Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia
menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian
merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan
batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut
teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Sementara pada
segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas
tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.
RI –
Thailand
Indonesia dan
Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17
Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21
Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di
Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu
juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara
yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan
antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah
perjanjian ZEE.
RI –
India
Indonesia dan
India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal
8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang
meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya
dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada
tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977
yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan
tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas
landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman.
Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi
dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat
perjanjian perbatasan ZEE.
RI –
Singapura
Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai
tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara.
Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1973.
Permasalahan
yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur
dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena
Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut
mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah
Indonesia.
Penentuan
batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian
tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan
kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di
Bali (perundingan ke-2).
RI –
Vietnam
Perbatasan
Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama
batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian
perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia
dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011
di Hanoi (perundingan ke-3).
RI –
Philipina
Perundingan RI
– Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian
setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004,
Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan
sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas maritim
Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia
menggunakan metode proportionality dengan
memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina
memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan
datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis
opsi-opsi yang akan diambil.
RI –
Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah
utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas
“Zona Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah
Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar
wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau
dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk
ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir
dilaksanakan pada 29 Februari – 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI –
Papua New Guinea
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan
yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan
lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang
perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
RI –
Australia
Perjanjian
Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober
1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan
Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta
Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara
pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai
batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang
ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
RI –
Timor Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan
guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya
kantong (enclave) Oekusi di
Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur
Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
Sumber :
kesimpulan:
Berdasarakan apa yang telah saya baca di atas negara
indonesia adalah negara kepulauan yang besar sehingga berbatasan dengan
beberapa negara. Namun Indonesia kurang mampu untuk mengelola kekayaan yang
banyak terdapat di negara ini. Tidak jarang kita menemui konflik yang terjadi
di daerah perbatasan. Karena luasnya dan banyaknya pulau di Indonesia maka hal
tersebut sering terjadi, maka sebagai warga negara yang baik kita selaku warga
negara harus menjaga keamanan negara kita sendiri, sehingga keutuhan persatuan
dan wilayah kita tetap aman dan terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar