Pembangunan
adalah kata yang tidak pernah usang untuk dikatakan dan merupakan suatu proses
yang tidak pernah usai bagi suatu bangsa. Begitu juga bagi bangsa Indonesia.
Dari mulai kemerdekaan diucapkan pada seremonial proklamasi oleh Presiden
Pertama Republik Indonesia Soekarno, agenda utama yang akan dijalankan oleh
bangsa Indonesia adalah pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan.
Mulai dari pembangunan hukum, budaya, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.
TELAH lebih dari setengah abad kita merdeka. Artinya, telah lebih dari setengah abad kita berupaya membangun dan mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan yang beraneka ragam. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah pembangunan macam apa yang telah kita capai dan yang akan kita upayakan untuk dicapai?
Selama ini ukuran suatu keberhasilan dari suatu proses pembangunan adalah kuantitas pencapaian dari suatu pembangunan itu sendiri. Swasembada pangan, ekonomi yang meningkat, rakyat yang tidak lapar, pengangguran yang berkurang, iklim investasi yang bergairah, dan lain sebagainya yang seluruhnya diukur dari kuantitas hasil pembangunan itu sendiri. Namun, di sisi lain kita tidak pernah memikirkan kualitas dari pembangunan yang telah kita capai dan akan kita capai.
Di tengah arus globalisasi, di mana perubahan berjalan begitu cepat dan ketertinggalan dalam satu langkah saja dapat berarti kegagalan yang besar bagi suatu negara telah menuntut seluruh masyarakat dunia untuk terus bergerak ke arah pembaruan yang tentunya diawali dengan pembangunan.
Namun, tanpa kita sadari upaya bangsa Indonesia yang selama ini berusaha untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan demi mengejar pergerakan dunia telah meninggalkan kualitas pembangunan itu sendiri. Kualitas suatu bangsa diukur tidak dari kuantitas hasil yang dicapai semata, tapi juga diukur dari apakah pembangunan itu memiliki karakter identitas suatu bangsa atau tidak.
Seluruh elemen bangsa sadar bahwa pembangunan dan pencapaian ekonomi adalah jalan untuk membesarkan nama bangsa dan negara di dunia internasional. Namun, kita tidak sadari hilangnya karakter identitas bangsa adalah juga jalan untuk suatu bangsa dianggap tidak berarti di dunia internasional.
Bisa kita anggap pembangunan bangsa selama ini secara kuantitas ada yang dikatakan berhasil. Namun, bagaimana dengan program pembangunan karakter manusia Indonesia yang merupakan subjek utama pembangunan yang seharusnya juga merupakan objek utama pembangunan itu sendiri?
Dirumuskannya nilai yang amat kompleks oleh pendiri bangsa dalam Pancasila dan pembukaan UUD RI 1945 adalah dimaksudkan agar dalam semua segi pembangunan yang diupayakan haruslah mencirikan identitas bangsa sebagai bangsa yang Pancasilais. Karena tanpa identitas itu, niscaya bangunan yang dihasilkan dari suatu pembangunan apa pun akan mudah goyah dan roboh hanya dengan terpaan angin kecil.
Kegagalan dalam pembangunan identitas pada manusia-manusia bangsa akan berdampak besar bagi kegagalan dalam pembangunan bangsa di segala aspek. Sekarang bangsa Indonesia sedang mengalami krisis identitas bangsa sebagai bangsa yang seharusnya Pancasilais dan memiliki budaya ketimuran.
Dalam masyarakat kita kini sulit untuk menemukan fenomena kemasyarakatan yang mencerminkan nilai-nilai sebagai bangsa yang memiliki nilai Pancasila sebagai landasan ideologinya. Nilai-nilai ketimuran sebagai bangsa yang kental akan nilai sopan santun. Kesemua nilai-nilai tersebut hanya dapat kita temukan dalam tulisan dan jarang kita temukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Krisis identitas ini jauh lebih membahayakan bagi bangsa Indonesia dibandingkan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sekarang ini. Karena tanpa adanya perbaikan, suatu saat nanti bangsa ini akan lenyap. Sebagai bangsa tidak dikenal karena namanya saja, tapi juga ciri khas dan identitas bangsanya. Tanpa itu semua, kita tidaklah memiliki perbedaan dengan bangsa lain yang ada di dunia.
Nasionalisme kini hanya dijadikan kata-kata politis yang bernilai formalitas dan tidak substansial. Bisa kita lihat bagaimana pemuda bangsa Indonesia mulai bernilai hedonis dan pragmatis tidak lagi memiliki rasa peduli pada sesama dan cinta akan bangsanya. Kita hanya punya nasionalisme dan peduli pada nilai serta budaya bangsa tatkala nilai dan budaya itu hendak direnggut oleh bangsa lain, tapi kata kita pernah perduli sebelumnya.
Proses pembangunan bangsa selama ini tanpa disadari telah menggerus identitas kita sebagai bangsa. Memanusiakan manusia yang merupakan ungkapan pendiri bangsa telah kita lupakan karena fokus pembangunan kita tidak pada memanusiakan manusia. Kita lebih mengejar formalitas pembangunan tanpa tahu substansi pembangunan itu sendiri.
Hasil yang kita peroleh sekarang ini pembangunan ekonomi yang liberalis. Jumlah peningkatan orang kaya Indonesia, termasuk yang terbesar di Asia. Namun, jumlah orang miskin juga menjadi yang terbesar di Asia. Adalah bentuk pembangunan ekonomi yang tidak didasari oleh identitas bangsa.
Pembangunan budaya yang lebih mengarah ke hedonisme dan pragmatisme. Nilai-nilai spiritual dan religius sebagai bangsa kini sudah memudar dalam masyarakat kita. Para pemuda lebih senang dengan budaya asing yang minim nilai sopan santun dan spiritual religius dibandingkan budaya timur yang kaya akan nilai sopan santun dan spiritual religius. Masih banyak lagi kegagalan proses pembanguan bangsa ini sebagai akibat krisis identitas kita sebagai bangsa.
Fenomena yang mesti kita terima dari semua itu adalah budaya di mana kita sebagi bangsa kita sudah tidak memiliki malu lagi berbuat curang. Kita terbiasa untuk bertindak korup dan berbuat khianat. Kini kita sudah menganggap suatu hal yang biasa masuk-keluar pengadilan bahkan penjara, di saat di belahan dunia lain bisa kita temukan bagaimana bangsa-bangsa lain memiliki harga diri. Ketika baru saja dituduh berbuat curang, mereka sudah siap meninggalkan apa yang mereka miliki. Sedangkan kita sebagai bangsa, masihkah kehormatan dan harga diri itu kita miliki tidakkah kita rela menjualnya demi keuntungan materi? Pertanyaan besar bagi bangsa yang besar dalam kuantitas, tapi kecil akan kualitas. Bangsa ini sakit dan obatnya adalah kembali pada karakter dan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
TELAH lebih dari setengah abad kita merdeka. Artinya, telah lebih dari setengah abad kita berupaya membangun dan mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan yang beraneka ragam. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah pembangunan macam apa yang telah kita capai dan yang akan kita upayakan untuk dicapai?
Selama ini ukuran suatu keberhasilan dari suatu proses pembangunan adalah kuantitas pencapaian dari suatu pembangunan itu sendiri. Swasembada pangan, ekonomi yang meningkat, rakyat yang tidak lapar, pengangguran yang berkurang, iklim investasi yang bergairah, dan lain sebagainya yang seluruhnya diukur dari kuantitas hasil pembangunan itu sendiri. Namun, di sisi lain kita tidak pernah memikirkan kualitas dari pembangunan yang telah kita capai dan akan kita capai.
Di tengah arus globalisasi, di mana perubahan berjalan begitu cepat dan ketertinggalan dalam satu langkah saja dapat berarti kegagalan yang besar bagi suatu negara telah menuntut seluruh masyarakat dunia untuk terus bergerak ke arah pembaruan yang tentunya diawali dengan pembangunan.
Namun, tanpa kita sadari upaya bangsa Indonesia yang selama ini berusaha untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan demi mengejar pergerakan dunia telah meninggalkan kualitas pembangunan itu sendiri. Kualitas suatu bangsa diukur tidak dari kuantitas hasil yang dicapai semata, tapi juga diukur dari apakah pembangunan itu memiliki karakter identitas suatu bangsa atau tidak.
Seluruh elemen bangsa sadar bahwa pembangunan dan pencapaian ekonomi adalah jalan untuk membesarkan nama bangsa dan negara di dunia internasional. Namun, kita tidak sadari hilangnya karakter identitas bangsa adalah juga jalan untuk suatu bangsa dianggap tidak berarti di dunia internasional.
Bisa kita anggap pembangunan bangsa selama ini secara kuantitas ada yang dikatakan berhasil. Namun, bagaimana dengan program pembangunan karakter manusia Indonesia yang merupakan subjek utama pembangunan yang seharusnya juga merupakan objek utama pembangunan itu sendiri?
Dirumuskannya nilai yang amat kompleks oleh pendiri bangsa dalam Pancasila dan pembukaan UUD RI 1945 adalah dimaksudkan agar dalam semua segi pembangunan yang diupayakan haruslah mencirikan identitas bangsa sebagai bangsa yang Pancasilais. Karena tanpa identitas itu, niscaya bangunan yang dihasilkan dari suatu pembangunan apa pun akan mudah goyah dan roboh hanya dengan terpaan angin kecil.
Kegagalan dalam pembangunan identitas pada manusia-manusia bangsa akan berdampak besar bagi kegagalan dalam pembangunan bangsa di segala aspek. Sekarang bangsa Indonesia sedang mengalami krisis identitas bangsa sebagai bangsa yang seharusnya Pancasilais dan memiliki budaya ketimuran.
Dalam masyarakat kita kini sulit untuk menemukan fenomena kemasyarakatan yang mencerminkan nilai-nilai sebagai bangsa yang memiliki nilai Pancasila sebagai landasan ideologinya. Nilai-nilai ketimuran sebagai bangsa yang kental akan nilai sopan santun. Kesemua nilai-nilai tersebut hanya dapat kita temukan dalam tulisan dan jarang kita temukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Krisis identitas ini jauh lebih membahayakan bagi bangsa Indonesia dibandingkan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sekarang ini. Karena tanpa adanya perbaikan, suatu saat nanti bangsa ini akan lenyap. Sebagai bangsa tidak dikenal karena namanya saja, tapi juga ciri khas dan identitas bangsanya. Tanpa itu semua, kita tidaklah memiliki perbedaan dengan bangsa lain yang ada di dunia.
Nasionalisme kini hanya dijadikan kata-kata politis yang bernilai formalitas dan tidak substansial. Bisa kita lihat bagaimana pemuda bangsa Indonesia mulai bernilai hedonis dan pragmatis tidak lagi memiliki rasa peduli pada sesama dan cinta akan bangsanya. Kita hanya punya nasionalisme dan peduli pada nilai serta budaya bangsa tatkala nilai dan budaya itu hendak direnggut oleh bangsa lain, tapi kata kita pernah perduli sebelumnya.
Proses pembangunan bangsa selama ini tanpa disadari telah menggerus identitas kita sebagai bangsa. Memanusiakan manusia yang merupakan ungkapan pendiri bangsa telah kita lupakan karena fokus pembangunan kita tidak pada memanusiakan manusia. Kita lebih mengejar formalitas pembangunan tanpa tahu substansi pembangunan itu sendiri.
Hasil yang kita peroleh sekarang ini pembangunan ekonomi yang liberalis. Jumlah peningkatan orang kaya Indonesia, termasuk yang terbesar di Asia. Namun, jumlah orang miskin juga menjadi yang terbesar di Asia. Adalah bentuk pembangunan ekonomi yang tidak didasari oleh identitas bangsa.
Pembangunan budaya yang lebih mengarah ke hedonisme dan pragmatisme. Nilai-nilai spiritual dan religius sebagai bangsa kini sudah memudar dalam masyarakat kita. Para pemuda lebih senang dengan budaya asing yang minim nilai sopan santun dan spiritual religius dibandingkan budaya timur yang kaya akan nilai sopan santun dan spiritual religius. Masih banyak lagi kegagalan proses pembanguan bangsa ini sebagai akibat krisis identitas kita sebagai bangsa.
Fenomena yang mesti kita terima dari semua itu adalah budaya di mana kita sebagi bangsa kita sudah tidak memiliki malu lagi berbuat curang. Kita terbiasa untuk bertindak korup dan berbuat khianat. Kini kita sudah menganggap suatu hal yang biasa masuk-keluar pengadilan bahkan penjara, di saat di belahan dunia lain bisa kita temukan bagaimana bangsa-bangsa lain memiliki harga diri. Ketika baru saja dituduh berbuat curang, mereka sudah siap meninggalkan apa yang mereka miliki. Sedangkan kita sebagai bangsa, masihkah kehormatan dan harga diri itu kita miliki tidakkah kita rela menjualnya demi keuntungan materi? Pertanyaan besar bagi bangsa yang besar dalam kuantitas, tapi kecil akan kualitas. Bangsa ini sakit dan obatnya adalah kembali pada karakter dan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar